Desa Tegalwangi Kecamatan Weru Kabupaten Cirebon : Sentra Usaha Kerajinan Rotan Terbesar di Indonesia
Oleh : sasikarani
Sebuah rumah tidaklah lengkap tanpa memiliki alat-alat perabotan rumah tangga seperti meja, kursi, almari, tempat tidur dan lain sebagainya. Alat-alat perabotan rumah tangga tersebut umumnya terbuat dari bahan plastik, kayu maupun besi. Tapi bagi pemilik rumah yang memiliki jiwa seni, alat-alat perabotan rumah tangga yang terbuat dari bahan rotan bisa menjadi salah satu pilihan.
Rotan atau dalam Bahasa Inggrisnya adalah Rattan merupakan
sejenis tanaman akar-akaran liar yang banyak tumbuh di daerah
hutan hujan tropis. Indonesia dapat dikatakan sebagai penghasil
rotan terbesar di dunia karena nyaris 30 % rotan mentah di dunia
dapat dihasilkan oleh Indonesia. Penghasil rotan mentah
terbesardi
Indonesia adalah Pulau Sulawesi dan Kalimantan.
Gambar : Pengrajin sedang membuat kursi rotan
Sumber : Pemerintah Desa Tegalwangi
Namun untuk mendapatkan produk alat-alat perabotan rumah tangga yang terbuat dari bahan rotan, maka di Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Baratlah lokasi tujuan yang tepat untuk dikunjungi. Di kabupaten ini, tepatnya berada di Desa Tegalwangi Kecamatan Weru merupakan sentra kerajinan rotan yang sudah berskala dunia karena telah mampu memenuhi kebutuhan ekspor. Desa ini merupakan sentra kerajinan rotan yang paling terkenal diantara beberapa lokasi lain di sekitarnya seperti di Desa Tegalsari Kecamatan Plered, Kecamatan Plumbon, Sumber, Depok dan Palimanan. Dari kecamatan-kecamatan tersebut, setidaknya 80% ekspor kerajinan rotan nasional dihasilkan. Tak berlebihan sekiranya bila sentra rotan Cirebon digolongkan sebagai sentra rotan terbesar di Indonesia dengan total ekspor kerajinan rotan sebesar 47,7 ton atau senilai USD 121, 66 juta menurut data Asosiasi Industri permebelan dan kerajinan Indoensia (Asmindo) pada tahun 2007 silam. Pada masa jayanya, sentra rotan di Cirebon mampu mengekspor sekitar 3000 kontainer sebulan. Pada saat itu, rotan Cirebon menguasai 90% pasar dunia. Kini, sentra ini hanya mampu mengekspor sekitar 75 sampai 150 kontainer sebulan. Meski sempat mengalami keterpurukan pada masa krisis ekonomi tahun 1998, akibat meningkatnya barga bahan baku, kerajinan rotan kini kembali menjadi andalan sektor industri Kabupaten Cirebon. Selain memenuhi kebutuhan ekspor, saat ini pemasaran kerajinan rotan berupa ruko-ruko dan beberapa show room yang terdapat disepanjang jalan Tegalwangi Cirebon. Selama keberadaan rotan mentah masih dapat dieksplore dan tidak diekspor, maka Cirebon akan terus berkarya menghasilkan barang-barang furniture rotan berkualitas.
Gambar : Toko-toko Kerajinan Rotan
Sumber : tegalwangi
Sentra industri rotan Desa Tegalwangi lokasinya kurang dari 500 meter dari gerbang keluar tol Plumbon, kurang lebih 5 kilometer dari pusat Kota Cirebon. Di lokasi tersebut berbagai kerajinan rotan tertata rapi di sejumlah etalase di sisi jalur pantai utara Cirebon, tepatnya di Jalan Raya Tegalwangi arah Bandung. Berbagai kerajinan rotan tersebut bukan hanya berupa alat-alat perabotan rumah tangga seperti meja, kursi, tutup lampu, tutup makanan, tempat payung, almari, tempat tidur dsbnya saja melainkan juga mainan seperti kuda-kudaan bahkan boks ayunan tempat tidur bayi. Produk-produk kerjainan rotan tersebut harganya cukup terjangkau bagi siapapun yang "berkantong" pas-pasan. Harga yang dipatok di sejumlah toko di sana Rp 20.000 hingga Rp 100.000
Jl. Syekh Datul Kahfi, Plered, Cirebon, Jawa Barat 45154 : Centra Usaha Batik Trusmi di indonesia



Batik Cirebon merupakan ragam batik khas Cirebon yang merupakan salah satu dari empat sentra industri batik di Jawa Barat yang masih ada hingga sekarang. Tiga sentra industri batik lainnya adalah Indramayu, Tasikmalaya, dan Garut. Meskipun demikian, Cirebon merupakan sentra batik tertua yang memberikan pengaruh terhadap ragam pola batik di sentra-sentra industri batik lain di Jawa Barat.[1]
Motif batik Cirebon yang paling terkenal dan menjadi ikon Cirebon adalah motif Megamendung. Motif ini melambangkan awan pembawa hujan sebagai lambang kesuburan dan pemberi kehidupan. Sejarah motif ini berkaitan dengan sejarah kedatangan bangsa Cina di Cirebon, yaitu Sunan Gunung Jati yang menikah dengan wanita Tionghoa bernama Ong Tie. Motif ini memiliki gradasi warna yang sangat bagus dengan proses pewarnaan yang dilakukan sebanyak lebih dari tiga kali.[2]
BATIK MEGA MENDUNG

BATIK SAWAT PENGANTIN

BATIK PAKSINAGA LIMAN

BATIK SINGA PAYUNG

BATIK SINGA BARONG

BATIK KOMPENI

Perbedaan dengan batik Jawa
Gaya teknik pembuatan batik Cirebon ini berbeda dengan teknik pembuatan batik Jawa. Pada proses penggambaran pola pada pembuatan batik Jawa, pembuat pola harus menggambar garis pola sebanyak dua buah (kembar) sehingga telah memberikan batasan tembok pada pola untuk tahapan selanjutnya. Selanjutnya, pembuat tembok tidak perlu membuat garis pola sendiri dan langsung terfokus pada proses untuk menutup bagian dasar kain yang tidak perlu diwarnai, dimana batasannya sudah dibuat oleh pembuat pola pada tahapan sebelumnya.
Teknik pembuatan
Teknik pembuatan batik Cirebon diantaranya adalah dengan membuat garis tipis-tipis atau garis kontur pola (Cirebon: Wit) pada kain yang akan dibatik. Garis wit ini sangat tipis tetapi memiliki warna yang lebih tua dibandingkan warna kain yang akan dibatik. Pengerjaan pembuatan garis wit pada kain dalam bahasa Cirebon disebut Anglengreng ("menggambar pola"). Pada proses pengerjaannya, penggambar pola atau tukang lengreng hanya menggambar satu goresan garis wit. Dengan demikian, pada tahapan selanjutnya (nembok atau menutup bagian dasar kain yang tidak perlu diwarnai), pembuat tembok harus membuat sendiri garis wit tersebut. Hal ini yang menyebabkan seorang pembuat tembok harus memiliki keahlian khusus agar terbentuk pola batik sesuai dengan yang diinginkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar